Menulis Kembali Tentang Kamu

Menulis kembali, menulis tentang kamu. Pagi yang selalu disapa kicauan burung perijuk. Aku ingin menyapamu berpagi-pagi.

Pagi ini aku ingin menulis tentang kamu. Sejumput rindu yang tak terjemput dengan sejuta alasan malu. Padahal rindu ku tau tidak begitu. Ada kala harus bersembunyi tapi tak selamanya bukan?

Dia selalu bercerita tentang kamu. Membuat khayal dan lamunanku selalu melayang. Kamu dan kamu lagi. Hingga akhirnya aku harus benar-benar menepi untuk merenungkan berapa lama memoriku telah menyimpan kenangan. Tentang kamu.

photo785710296700397767

 

Banda Aceh, 5 September 2017. Suatu pagi di ruang tamu.

 

 

 

 

 

 

 

Demi Kau dan Tugas Akhir

Puasa-puasa begini membuka laman percakapan di grup alumni kampus dulu, teringat lagi masa-masa “perjuangan” menuju sarjana. Sekarang aja mahasiswa udah cukup “smart” mengcopy-paste papan tulis ke dalam layar smartphonenya. Dulu? Nggak kebayang, kecuali sekumpulan teman yang paling update ngebahas smartphone kelas alien. Dan aku hanya bisa manyun menyimak perbincangan mereka. Hihihi.

Bicara tugas akhir tak selamanya duka. Tugas akhir ibarat perjalanan antara ruang administrasi ke laboratorium, lalu bimbingan demi bimbingan. Dicoret sana-sini, perbaiki lagi. Membaca ke pustaka lagi. Lalu setelah proposal ditandatangani, naiklah ke ruang seminar. Setidaknya seperti itulah perjalanan tugas akhir kami yang menggeluti salah satu bidang sosial tersebut.

Lalu, penelitian dimulai. Kami tidak diperkenankan mengambil judul deskriptif tapi harus dengan penelitian obesrvatif. Jadilah kami mempelajari SPSS, aplikasi ajaib yang bisa membantu kami menihilkan pemakaian kalkulator untuk menghitung regresi berganda. Kembali ke ruang administrasi untuk mengurus kelengkapan pendukung, naiklah kami ke ruang sidang tugas akhir.

Begitu saja. Sederhana. Seharusnya seperti itu.

Hanya dalam perjalanannya memang kita menyadari butuh dukungan semua pihak. Untuk itu tidak hanya kemampuan akademik, tapi juga kemampuan interpersonal untuk membangun hubungan baik. Terutama dengan orang-orang yang terlibat dalam perjalanan menuju sidang akhir.

Kadang, keterlambatan malah mempertemukan dengan opsi-opsi.yang lebih baik. Mencoba untuk berbaik sangkalah, manakala segala upaya yany dilakukan masih belum berbuah seperti yang diharapkan. 

Satu yang perlu dicatat, dalam dunia akademik sebenarnya berlaku hukum “lebih cepat selesai, lebih baik”. Ya, saya rasa itu tidak perlu dijelaskan lagi ya, masing-masing sudah bisa memahami sesuai dengan perkembangan dan kondisi global saat ini.

Memang, di atas semuanya, ada pula hal-hal yang tak diharapkan kadang hadir. Ada yg sudah berupaya membangun komunikasi sebaik mungkin, namun yg diajak berkomunikasi malah abai dengan kewajibannya memberi layanan. 

Ada pula disebabkan lantaran tak mampu berbagi waktu entah karena keterikatan tanggung jawab dan pekerjaan atau hal lainnya sehingga akhirnya tugas akhir dikorbankan. Bermacam-macam sebabnya.

Semoga buat kamu yg sedang berjuang menyusun tugas akhir dimudahkan segala urusannya. Doakan juga buat saya yg sedang penyusunan tugas akhir untuk thesis. Saling mendoakan lah ceritanya. Mumpung ramadhan doa-doa pada makbul yaa.

“Skripsi yang baik adalah skripsi yang selesai” (Anies Rasyid Baswedan)

Makna Di Balik Senyuman

Ini hari keempat terpaksa abstain berpuasa. Aktivitas seabrek, kenekatan menerima sejumlah peluang berkarya dan waktu-waktu istirahat yg terabaikan. Padahal saat kita dituntut melayani lebih banyak orang, tak semestinya abai dengan kondisi fisik. Ya, mungkin juga ini masanya berehat.

Kesempatan memang tak selalu hadir dua kali, tapi kita bisa menjadikan setiap hari sebagai kesempatan kedua untuk meng-upgrade diri menjadi lebih baik. Satu hadiah tersembunyi dari minggu-minggu jelang Ramadhan yg sibuk ini adalah sejumput makna senyum dan keramahan.

“Jangan kaku!” ujar Mas Rizanto Binol pakar branding perumus branding Wonderful Indonesia saat saya menyambangi dan meminta kesempatan foto bersama beberapa waktu yg lalu. Dia sepertinya langsung tau ada yg tak beres dengan gayaku di kamera. Dan aku hanya keheranan dari mana ia menyadari hal itu.

“Jangan kaku!” senyum Mas Binol makin lebar sambil lalu merangkul hangat pundakku yg sepertinya memang agak tegang sedari awal. Begitulah Mas Binol yg hobby fotografernya sudah mendunia ini memberi kesan keramahan yg terekam di gambar ini.

Dulu tak pernah terbayangkan kemampuan membangun hubungan personal menjadi begitu sangat menentukan dalam pergaulan. Keterampilan yg sebenarnya sangat mahal namun sering diabaikan. Bayangkan saat kita ingin berhadapan dgn orang-orang di jalur terdepan dalam pelayanan, tentu kita menginginkan pelayanan yg prima sekaligus ramah.

Kelak, jika kita bersua lalu kamu mendapati wajah yg kaku, serius, minim senyuman dari diri ini, silakan tagih keramahtamahan itu dengan menunjukkan postingan ini. (Hehehe)
Salam

#ilovesongketaceh

#cahayaaceh

#pesonaindonesia

Banda Aceh, 31 Mei 2017

Dan Cinta Katanya Selalu Tergesa-gesa

Romeo ingat sewaktu dia pertama kali belajar puasa. Hanya masih sanggup sampai jam 08.30 saja. Pukul 7 pagi sudah melihat-lihat ke dapur. Bukan memberi makan piaraannya dari sisa makanan sahur tapi untuk memastikan menu bukaannya sudah tersedia. Sie reuboh — kuliner berbahan daging sapi yang biasanya tahan hingga sebulan.

Hari pertama, kedua, ketiga, tak terasa berlalu. Pernah juga karena alpa Romeo membuka tudung saji lebih awal. Tapi karena lupa, dia diberitahu Ustaz masih bisa melanjutkan puasanya. Setengah hari sampai juga Romeo berpuasa.

Sebulan lamanya, khatam juga. Selang-seling puasa dapat juga 15 hari. Setengah-setengah. Meski Dolas, teman sekelasnya menyoraki, “Puasa not-not, cok uroe pajoh bue saboh kanoet.” (Puasa not-not, siang hari makan nasi satu kanoet/periuk).

Lebaran pun tiba. Romeo tak harus lagi merasa bersalah karena berlebaran tanpa puasa. Empat hari jelang malam takbiran tukang pos mengantarkan parsel lebaran. Mata kecil Romeo berbinar menatap bingkisan itu. Sebuah kartu ucapan manis dibukanya.

“Kamu harus menunggu malam lebaran ya, biar kita buka sama-sama”, pinta Monique, sang kakak sambil merapikan mukenanya sebelum bergegas Tarawih. 

Romeo mengangguk. Dia sudah membayangkan bingkisan mana dulu yang hendak dibukanya. Kaleng permen dengan kemilau warna-warni, atau sekotak biskuit cookies yang renyah. Gula-gula marshmallow itu juga cukup enak.

Ibu dan Ayah memeluk erat putra-putrinya. “Cutkak sudah mampu puasa sebulan penuh. Cut abang sudah bisa puasa setengah-setengah hari.”

“Iya, Ayah”, sahut mereka kompakan.

Suara takbir bertalu-talu dari meunasah. Seperti biasanya, pawai takbir keliling akan dilangsungkan selepas shalat Isya. Romeo bergegas menuju ke meunasah. Sampai-sampai sandalnya tertukar sebelah.

Banda Aceh, 30 Mei 2017

Roti Kukus Sari Kaya

A : Terima kasih hantaran menu berbuka puasanya

B : Iya, sama-sama

A : Coba perhatikan, ada yang janggal nggak?

B : Hmm, apa ya?

A : Hayo, coba lebih teliti lagi.

B : Apa yaa?

A : 😀

B : Ooh iya, kok udah dimakan sebagian. Beduknya khan belum lagi? Hayoo, ada yang nggak puasa ya?

A : Hehehe. Iya nih, masih sakit. Belum kuat puasa lagi.

B : Yowes dah, lekas sembuh ya.

A : Terima kasih.

B : Sama-sama.

Mengapa I Love Songket Aceh Tertarik Menekuni Ekonomi Kreatif?

I Love Songket Aceh sebagai komunitas sadar karya dan sadar budaya yang berdiri sejak 31 Oktober 2015 baru-baru ini meluncurkan Asli Songket Aceh sebagai lini usahanya. Berikut tanya jawab seputar minat komunitas pecinta warisan budaya indatu ini.

Selamat mengikuti, pemirsa!

Kenapa tertarik bergerak di bidang ekonomi kreatif? 

Bidang ekonomi kreatif merupakan jalan keluar (solusi) bagi kesenjangan jumlah lulusan terdidik dengan lapangan pekerjaan yg tersedia. Dengan ekonomi kreatif kita dapat meningkatkan potensi manfaat dari hal-hal yang ada di sekitar kita, mulai dari sumber daya, keterampilan dan bahkan sekedar hobby.

Apa latar belakang kamu tertarik mengembangkannya di Aceh?

Saat ini saya terlibat dalam komunitas sadar karya dan sadar budaya I Love Songket Aceh yg berupaya memperkenalkan kembali tenun songket Aceh sebagai warisan budaya yang hampir punah. Baru-baru ini I Love Songket Aceh meluncurkan Asli Songket Aceh (Asoka) sebagai unit usaha komunitas agar dapat lebih fokus kepada pengembangan aspek bisnis souvenir khas Aceh tersebut. Selain itu, saya juga terlibat dalam upaya pengembangan capacity building di Forum Kolaborasi Komunitas Aceh, di mana diharapkan melalui kerjasama lintas komunitas dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas kegiatan ekonomi kreatif.

Mengapa mengambil nama tersebut untuk menjadi brand usaha/komunitas?

I Love Songket Aceh dipilih sebagai nama komunitas karena mewakili rasa kecintaan terhadap tenun songket Aceh sebagai warisan budaya Indatu. Komunitas I Love Songket Aceh akan berfokus kepada pendidikan, penelitian dan pengembangan komunitas.

Asli Songket Aceh dipilih sebagai nama usaha sebagai upaya kami menggerakan industri tenun songket Aceh yg telah lama seakan-akan tertidur panjang. Asli Songket Aceh akan berfokus kepada aspek bisnis dan kewirausahaan.

Mulai kapan kamu memulainya? Ada siapa saja yang bergabung di dalamnya?

Bergabung di dalam komunitas I Love Songket Aceh/ usaha Asli Songket Aceh para insan pecinta tenun songket Aceh dari beragam latar belakang seperti blogger, fashion designer, pelaku usaha fashion, fotografer dan desainer grafis.

Kami juga menjalin silaturahim dengan pemerintah, pengrajin, akademisi, pengelola museum, komunitas seni-budaya dan berbagai stakeholder lainnya. Hal tersebut dalam rangka mengupayakan tenun songket Aceh dapat kembali menjadi primadona setidaknya di negeri asalnya sendiri.

Ada cerita menarik ga yang terjadi selama ini?

Ya, selama menggerakkan komunitas I Love Songket Aceh kami berkesempatan menampilkan tenun songket Aceh dalam berbagai event. Saya juga pernah diminta menjadi pembicara dalam FGD Quadro Helix Ekonomi Kreatif di Aceh, di mana saya menjadi salah satu narasumber yg memaparkan fashion kreatif khas daerah. Kami juga pernah menemani para peneliti dan fashion designer yang ingin mendalami lebih lanjut tentang tenun songket Aceh.

Pernah diminta sekitar 10 menit untuk memperkenalkan komunitas kami di hadapan undangan Marketeers Award 2016. Juga terlibat di pameran Aceh Clothing Festival 2016, pelantikan pengurus DPD Persatuan Wanita Wirausaha (Perwira) Aceh, Pameran Karya Pemuda Kreatif 2016 dan Aceh Islamic Fashion Parade sebagai pengisi stand. 

Rencana ke depan seperti apa?

Rencana ke depan, akan lebih memfokuskan diri kepada peningkatan omzet. Saat ini kami telah mulai menyalurkan tenun songket Aceh kepada pemesan dan berupaya melakukan inovasi produk.
PROFIL:

Nama : Azhar Ilyas

Nama Usaha/Komunitas : Asli Songket Aceh (usaha) / I Love Songket Aceh (komunitas)

Alamat : 

Jl. Seulanga No. 13 Lorong E Desa Beurawe Kec. Kuta Alam Kota Banda Aceh 23124.

Instagram :

http://www.instagram.com/azharpenulis

http://www.instagram.com/ilovesongketaceh

http://www.instagram.com/aslisongketaceh

Facebook :

https://m.facebook.com/ilovesongketaceh/

https://m.facebook.com/Asli-Songket-Aceh-ASOKA-1805193069506548/

https://m.facebook.com/azharpenulis

Email : 

azhar.penulis@gmail.com

Dua Jam Saja Bersama Mas Gio Sang Blogger Traveller

Suasana Kedai Polem begitu tenang dan sepi. Azan dhuhur baru saja berkumandang. Sambil menikmati waktu rehat, aku sejenak menghabiskan masa di mushalla di warung kopi dua lantai itu.

Suasananya begitu nyaman. Tak heran temanku sering duduk di sini, mungkin juga banyak inspirasi yang ia peroleh. Seorang Aceh yang sudah begitu dikenal. Dia owner dari sebuah blog yang bertajuk hikayatbanda.com. Hayoo, siapa, sudah kenal, kan?

Dari pesan chat, ia mengabarkan akan datangnya seorang blogger nasional yang sudah mendunia. Adalah event Sabang Coral Day 2017 yang mengundangnya ke Aceh. Siang itu ia berkenan berbagi sambil kopdar bersama kami, sambil menunggu penerbangan pulang ke kota asalnya.

Mas Gio, demikian panggilan akrabnya, sang blogger traveller yang dikenal lewat @disgiovery. Kedatangannya ke Aceh merupakan kali kedua, setelah sekitar dua tahun yg lalu mengisi sharing dalam kegiatan Blogger Gathering. Bersama kami ada seorang blogger juga yang dikenal luas lewat safariku.com. Yakin belum kenal? Langsung ke lamannya saja. Tapi habiskan dulu artikel ini ya. Biar nggak nyesel, he he he.

Mas Taufan Gio atau cukup dipanggil.Gio saja sering berbagi jejak pengalamannya melalui instagram @disgiovery. Aku sering memantau instagramnya dan terkagum-kagum dengan kekayaan diksinya dan kekuatannya meramu kata-kata. Tentu merupakan suatu proses penuh kesungguhan dan konsisten.

Aku menyeruput teh hijau hangat di hadapanku. Sementara belum berani dekat-dekatan sama kopi. Padahal di Aceh kualitas kopinya mantap-mantap punya, seperti di kedai Polem ini. Sementara menyimak diskusi hangat dari cerita seru para blogger senior yang baru saja kembali dari Sabang Coral Day.

By the way, kota Sabang yang baru saja dikunjungi Mas Gio juga akan segera mengadakan event akbar yaitu Sail Sabang 2017 yang akan berlangsung pada 28 November s.d. 5 Desember 2017. Ini merupakan peluang bagi Aceh untuk menunjukkan potensi pariwisatanya. Bukan hanya pariwisata malah. Aceh sangat kaya akan potensi landscape dan budayanya. 

Ternyata, Mas Gio baru saja diajak ke Museum Aceh. Di situ teman-teman blogku berbagi pengalaman masa kecilnya yang sudah bersentuhan dengan kearifan lokal di Aceh. Mas Gio sangat mengagumi bagaimana Museum Aceh dapat menampilkan kekayaan budaya Aceh dengan begitu lengkap dan menarik. 

Ya, terkadang aku berpikir juga. Mengapa sebagian besar generasi muda belum begitu tergerak untuk mengenali budayanya sendiri. Meskipun demikian terbersit rasa optimis karena upaya serius pariwisata Aceh untuk berbenah melalui branding The Light of Aceh atau Cahaya Aceh. Bukan hanya sebagai ikon pariwisata, The Light of Aceh juga diharapkan dapat terus berkembang sebagai pencitraan Aceh yang paripurna. Sehingga, masyarakat dunia dapat mengetahui banyak hal positif dari Aceh sebagaimana telah diakui oleh Mas Gio, sang blogger traveller.

Satu jam rasanya begitu cepat. Mas Gio pamit untuk segera menuju ke Bandara. Aku mencoba untuk terus merekam semangatnya Mas Gio untuk berbagi melalui blog. 

Di samping itu aku jadi semakin menyadari, betapa kekayaan alam Aceh dengan panorama mempesona, ditambah lagi dengan budayanya yang sangat kaya dan juga penuh makna adalah sepotong surga yang dirindukan. Sampai bertemu lagi Mas Gio. Terima kasih sharing super-nya semoga makin sukses terus dengan karya-karyanya.

Banda Aceh, 24 Mei 2017

Pk. 07.17 WIB

Aksi HPSN 2017 dan Harapan Untuk #AcehBebasSampah 2020

Usai sudah gelaran aksi peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2017. Secara nasional, peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN/PESAN 2017) diperingati antara 18 s.d. 26 Februari 2017. Peringatan kali ini merupakan kali ketiga, di mana pada 21 Februari 2015 merupakan kali pertama diperingati di 21 kota dan kabupaten oleh jaringan lintas komunitas. Continue reading “Aksi HPSN 2017 dan Harapan Untuk #AcehBebasSampah 2020”